![]() |
Gambar. Petirtaan Jolotundo di Desa Seloliman |
Kerajaan Kahuripan merupakan kerajaan yang berdiri di Jawa Timur pada tahun 1009 M, sebagai kelanjutan dari Kerajaan Medang Kamulan setelah keruntuhannya. Kerajaan ini didirikan oleh Raja Airlangga, seorang tokoh penting dalam sejarah Jawa kuno. Kahuripan menjadi pusat pemerintahan dan kebudayaan pada masanya, dan sering dianggap sebagai cikal bakal Kerajaan Kediri dan Kerajaan Janggala.
Letak Kerajaan Kahuripan
Kerajaan Kahuripan terletak di wilayah Jawa Timur. Pusat pemerintahan Kahuripan diyakini berada di sekitar daerah Delta Sungai Brantas, yang kini mencakup wilayah Surabaya, Sidoarjo, dan Mojokerto.
Airlangga mendirikan Kahuripan setelah Kerajaan Medang runtuh akibat serangan dari Sriwijaya dan konflik internal. Ia memulai pemerintahannya dari hutan dan secara bertahap membangun kembali kekuasaan.
Sumber Kerajaan Kahuripan
Sumber yang menjelaskan keberadaan Kerajaan Kahuripan berdasarkan dari beberapa prasasti, kitab-kitab kuno dan situs arkeologi, seperti:
1. Prasasti Cane 1021 M
Prasasti Cane ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan menggunakan aksara Kawi. Prasasti Cane memberikan informasi penting tentang Raja Airlangga yang mentapkan Desa Cane sebagai wilayah Sima Swatatra (bebas pajak), selain itu juga mengatur tentang aturan pajak atas orang asing yang berdagang di wilayah Cane. Wilayah ini sekarang bernama Desa Candisari, Kecamatan Sambeng, Lamongan, Jawa Timur.
2. Prasasti Pucangan 1041 M
Prasasti Puncangan ditemukan disekitar lereng Gunung Peanggungan, yang menggunakan dwibahasa Sanskerta dan kawi berangka tahun 1041 M.
Isi prasasti Puncangan menerangkan silsilah Raja Airlangga, dimulai dari Sri Isyana Tunggawikrama (Mpu Sindok) yang mempunyai anak bernama Sri Isyana Tunggawijaya. Dari perkawinan anaknya dengan Sri Lokapala, lahir Sri Makutawangsawardhana. Anak Makutawangsawardhana yang bernama Gunapriyadharmapatni (Mahendradatta) kawin dengan Udayana, dan lahirlah Airlangga.
3. Prasasti Kamalagyan
Terletak di dusun Klagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo. Prasasti Kamalagyan ditulis dengan huruf dan bahasa Jawa Kuno sekitar 959 Saka atau 1037 Masehi. Menjelaskan dibangunnya sebuah bendungan di Wringin Sapta oleh raja Airlangga.
4. Prasasti Terep
Prasasti Terep dikeluarkan oleh Raja Airlangga pada tahun 1032. Menyebutkan bahwa raja Airlangga telah memberi anugerah kepada Rakai Pangkaja Dyah Tumambong berkat jasanya saat Airlangga menyingkir dari Wwatan Mas ke Patakan.
5. Kitab Negara Kertagama
Mpu Prapanca seorang sastrawan yang hidup pada masa Kerajaan Majapahit menulis sebuah kitab Negara Kertagama turut serta menjelaskan tokoh beranama Raja Airlangga. Kitab Negarakertagama menempatkan Airlangga sebagai raja besar ang pernah memerintah di Jawa Timur. Pada Pupuh 68 dan 69, Airlangga disebut sebagai leluhur para raja di Jawa, terutama bagi raja-raja di Kediri dan kemudian Majapahit. Ia juga disebutkan sebagai pendiri dinasti besar yang melanjutkan kekuasaan setelah masa keruntuhan Kerajaan Medang Kamulan akibat serangan dari Sriwijaya yang bekerjasama engan Wurawari.
6. Kitab Calon Arang
Kitab Calon Arang merupakan kisah yang berkembang di Jawa dan Bali yang menceritakan tentang Raja Airlangga serta konflik dengan seorang penyihir sakti bernama Calon Arang dari desa Girah.
Kitab ini memuat banyak unsur mitos dan magis. Dalam cerita ini, Airlangga digambarkan sebagai raja yang bijaksanan dan adil. Airlangga diceritakan menjadi raja di Kahuripan setelah berhasil memulihkan daerah yang hancur.
7. Kakawin Arjunawiwaha
Kakawin Arjunawiwaha merupakan karya sastra Jawa Kuno yang ditulis oleh Mpu Kanwa pada abad ke-11. Kakawin ini menceritakan kisah Arjuna, salah satu tokoh Pandawa dalam epik Mahabrata, yang melakukan tapa brata (pertapaan) di Gunung Indrakila untuk mendapatkan senjata sakti demi menhadapi perang besar (Bharatayuddha) antara keluarga Pandawa dan Kurawa.
Certia dalam Kakawin Arjunawiwaha digubah oleh Mpu Kanwa yang mengibaratkan Arjuna sebagai Raja Airlangga yang menghadapi berbagai tantangan dalam memulihkan kerajaannya setelah kehancuran Medang Kamulan.
Kakawin Arjunawiwaha bukanlah catatan sejarah langsung tentang Airlangga, tetapi lebih kepada penggambaran alegoris tentang perjalanan hidupnya. Dalam kakawin ini, Airlangga disamakan dengan Arjuna, seorang ksatria yang harus melalui banyak ujian sebelum akhirnya mencapai kemenangan dan kejayaan.
8. Situs Trowulan
Situs Trowulan lebih dikenal sebagai pusat pemerintahan Majapahit, namun beberapa temuan arkeologis di daerah ini menunjukkan adanya hubungan dengan masa pemerintahan Raja Airlangga di Kerajaan Kahuripan.
Situs Trowulan terletak di Mojokerto, masuk dalam cakupan kekuasaan Airlangga sebelum ia membagi menjadi kerajaan Janggala dan Panjalu. Berdasarkan temuan arkeologis beberapa sistem irigasi dan tata kota yang ditemukan di situs Trowulan diduga memiliki asar yang sudah ada sejak masa pemerintahan Airlangga.
9. Candi Belahan
Candi Belahan terletak di Dusun Belahan, Desa Wonosunyo, Gempol, Pasuruan. Candi ini dibangun pada masa pemerintahan Raja Airlangga yang berfungsi sebagai petirtaan atau tempat pemandian suci yang digunakan untuk ritual keagamaan.
Di Candi Belahan terdapat arca Wisnu yang menggambarkan Airlangga dalam bentuk Dewa Wisnu, lengkap dengan dua pendampingnya, yaitu Dewi Laksmi dan Dewi Sri.
Candi ini diyakini sebagai tempat peristirahatan terakhir Airlangga dan simbol perwujudan sebagai Dewa.
10. Petirtaan Jolotundo
Situs Jolotundo merupakan sebuah pemandian suci yang dikaitkan dengan Raja Airlangga dan keluarganya. Pemandian Jolotundo berada di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Mojokerto, Jawa Timur. Lokasinya berada di ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut, di lereng Gunung Penanggungan.
Masa Kejayaan dan Kemunduran Kerajaan Kahuripan
Kerajaan Kahuripan berdiri tahun 1009 M. Kerajaan Kahuripan menjadi kelanjutan dari Kerajaan Medang Kamulan yang ada di Jawa Timur. Masa kejayaan kerajaan Kahuripan terjadi di bawah pemerintahan Airlangga.
Pada saat Airlangga naik tahta wilayah kekuasaan Kahuripan hanya meliputi Sidoarjo dan Pasuruan. Atas kehebatan Airlangga wilayah Kahuripan kemudian meluas hingga meliputi Madura, Jawa Timur, Bali dan sebagaian Jawa Tengah.
Raja Airlangga dikenal sebagai raja yang membangun banyak infrastruktur, termasuk candi dan petirtaan untuk kepentingan keagamaan dan kesejahteraan rakyatnya. Beberapa candi yang dikaitkan dengan masa pemerintahannya antara lain Candi Belahan, Candi Jawi, dan Candi Surawana.
Namun, Masa kejayaan Kerajaan Kahuripan tidak berlangsung lama. Pada tahun 1045, Raja Airlangga memutuskan untuk turun tahta dan membagi kerajaan menjadi dua bagian, yaitu pertama kerajaan Janggala di bagian Timur kerajaan dengan ibukota di Kahuripan saat ini wilayah Kabupaten Sidoarjo, dan pembagian kedua Kerajaan Panjalu di bagian Barat kerajaan dengan ibukota di Kadiri yang saat ini menjadi wilayah kabupaten Kediri.
Airlangga mengambil keputusan ini untuk menghindari terjadinya perang saudara antara kedua putranya yaitu Sri Samarawijaya dan Sri Mapanji.
Sri Samarawijaya yang merupakan anak sulung Airlangga menjadi raja di Kerajaan Panjalu sementara putra kedua Airlangga bernama Sri Mapanji menjadi raja di Kerajaan Janggala.
Dengan demikian, Airlangga berharap bahwa kedua putranya dapat memerintah kerajaan masing-masing dengan damai dan tidak saling berebut kekuasaan. Namun, rupanya keputusan ini yang terjadi justru sebaliknya.
Setelah Airlangga turun tahta, kedua putranya, Sri Samarawijaya (Panjali) dan Sri Mapanji (Janggala), tidak dapat hidup berdampingan dengan damai. Keduanya memiliki ambisi dan keinginan untuk memperluas kekuasaan dan wilayahnya, sehingga konflik antara keduanya tidak dapat dihindari.
Hingga akhirnya berdasarkan prasati Hantang dituliskan Panjalu Jayati! yang artinya "Panjalu berjaya " dan sejak itu kerajaan Panjalu menjadi kerajaan yang dominan di wilayah Jawa Timur. Dalam perkembangannya nama Panjalu diubah menjadi Kerajaan Kediri. ***
Posting Komentar untuk "Kerajaan Kahuripan: Letak, Sumber, Masa Kejayaan dan Kemundurannya"