zmedia

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno


Kerajaan Mataram Kuno adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8 hingga abad ke-10. Kerajaan ini merupakan salah satu kerajaan besar di Nusantara yang dikenal karena peninggalan budayanya yang luar biasa, terutama candi-candi megah yang masih ada hingga sekarang seperti Candi Prambanan dan Candi Borobudur.
Gambar. Candi Borobudur


Kerajaan Mataram Kuno adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8 hingga abad ke-10. Kerajaan ini merupakan salah satu kerajaan besar di Nusantara yang dikenal karena peninggalan budayanya yang luar biasa, terutama candi-candi megah yang masih ada hingga sekarang seperti Candi Prambanan dan Candi Borobudur.

Letak Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno berlokasi di pedalaman Jawa Tengah, terutama di dataran tinggi Kedu (Magelang dan sekitarnya) dan sekitar Yogyakarta. Disekitar daerah yang banyak dialiri sungai, seperti Sungai Progo, Sungai Opak, Sungai Bogowonto, dan Bengawan Solo. Daerah ini juga dikelilingi oleh pegunungan, seperti Gunung Merapi, Gunung Sumbing, dan Gunung Sindoro.

Sumber Kerajaan Mataram Kuno
Sumber sejarah yang menjelaskan keberadaan Kerajaan Mataram Kuno berasal dari beberapa prasasti, candi, dan kitab-kitab. Prasasti-prasasti tersebut antara lain Prasasti Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti Klurak, Prasasti Ratu Boko, dan Prasasti Mantyasih.

Prasasti Canggal dan Mantiyasih merupakan sumber utama menjelaskan keberadaan Kerajaan Mataram Kuno.
Prasasti Canggal, yang ditemukan di daerah Magelang, Jawa Tengah, merupakan salah satu sumber sejarah yang paling penting tentang Kerajaan Mataram Kuno.
Gambar. Prasasti Canggal

Prasasti Canggal, yang ditemukan di daerah Magelang, Jawa Tengah, merupakan salah satu sumber sejarah yang paling penting tentang Kerajaan Mataram Kuno.  Prasasti Canggal berisi tentang kisah pembangunan sebuah lingga (simbol Dewa Siwa dalam agama Hinddu) di atas bukit Stirangga oleh Raja Sanjaya pada tahun 732 Masehi. Selain itu prasasti Canggal juga menggambarkan Pulau Jawa sebagai pulau yang kaya raya, dengan sumber daya alam yang melimpah seperti emas dan hasil bumi.

Prasasti Mantyasih dibuat pada tahun 829 Saka atau sekitar tahun 907 Masehi. Prasati Mantyasih ditemukan di desa Mateseh, Kematan Magelang Utara, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Prasasti dibuat pada masa pemerintahan Rakai Watukura Dyah Balitung.

Prasasti Mantyasih mencatat daftar para raja yang pernah memerintah Kerajaan Mataram Kuno sebelum Dyah Balitung. Daftar ini mencakup nama-nama raja dari Rakai Mataram (Sanjaya) hingga Rakai Watukura (Balitung). Hal ini menunjukkan bahwa prasasti ini juga berfungsi untuk melegitimasi kekuasaan Dyah Balitung sebagai penerus dinasti yang sah (Dinasti Sanjaya).

Selain prasasti, bangunan Candi yang ditemukan di Jawa Tengah dan Yogyakarta juga menjadi sumber sejarah tentang keberadaan Kerajaan Mataram Kuno. Candi tersebut seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, dan Candi Pawon. Candi-candi ini dibangun pada masa pemerintahan Raja Samaratungga dan Raja Balitung.

Kitab certa Parahyangan juga mengabarkan keberadaan Kerajaan Mataram Kuno. Sumber dari Tiongkok juga menyebutkan hubungan diplomatik dan perdagangan antara kerajaan di Nusantara, termasuk Mataram Kuno. 

Kondisi Sosial Politik Kerajaan Mataram Kuno
Setelah Sanjaya mangkat, sebagai penerusnya adalah Rakai Panangkaran, yang diperkirakan berasal dari Dinasti Syailendra. Perpindahan kekuasaan ini menandai awal dominasi Dinasti Syailendra di Kerajaan Mataram Kuno. 

Rakai Panangkaran dikenal sebagai raja yang memajukan budaya dan agama Buddha di wilayah Mataram Kuno, meskipun ia berasal dari tradisi Hindu yang sebelumnya menjadi ciri khas Dinasti Sanjaya.

Ada tiga sumber sejarah yang menguatkan bahwa Rakai Panangkaran berasl dari dinasti Sailendra (Kerajaan Sriwijaya):
1.Berdasarkan Prasasti Kalasan yang ditemukan di Daerah Kalasan, Yogyakarta, dijelaskan bahwa ketaatan Kerajaan Mataram Kuno dalam menghormati Dewi Tara, serta mencatat permohonan dari keluarga Wangsa Syailenra kepada Maharaja Dyah Pancapana Panamkarana untuk mendirikan sebuah bangunan suci bagi pemujaan Dewi Tara, yang kini dikenal sebagai Candi Kalasan atau Tarabhavanam.

2. Prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Desa Kota Kapur, Kabupaten Bangka. Berdasarkan isi prasasti Kota Kapur disebutkan Sri Jayanasa yang telah melancarkan ekspedisi milier untuk menghukum "Bhumi Jawa" karena tidak mau tunduk pada Sriwijaya. Bhumi Jawa yang dimaksud ialah Kerajaan Tarumanegara, yang kemungkinan besar termasuk Mataram Kuno berhasil di kuasai, dan menjadikan Rakai Panangkaran sebagai raja bawahannya Sriwijaya (Dinasti Syailendra).

3. Prasasti Mantyasih, berdasarkan prasasti ini Rakai Panangkaran banyak membangun bangunan candi-candi yang bercorak agama Budha seperti, candi Sewu, Candi Plaosan, dan Candi Kalasan. 

Kuat dugaan ketika Dinasti Syailendra berkuasa Rakai Panangkaran pindah ke agama Budha. Kendati demikian, dibawah Dinasti Syailendra toleransi beragama terjalin baik hal ini terlihat dari bangunan-bangunan candi yang dibangun menunjukan hal itu. Contohnya, candi-candi di wilayah Jawa Tengah bagian Utara bercorak Hindu dan candi-candi di wilayah Jawa Tengah bagian Selatan bercorak Budha.

Menurut Prasasti Kelurak tahun 782 M yang ditemukan di dekat candi Lumbung, Desa Kelurak, disebelah utara Kompleks Percandian Prambanan, Jawa Tengah bahwa sepeninggal Rakai Panangkaran, Mataram Kuno dipimpin oleh Raja Dharanindra atau Raja Indra yang bergelar Sanggramadhananjaya. 

Prasasti ini menceritakan tentang pendirian sebuah bangunan suci untuk arca Manjusri atas perintah Raja Dharanira. Bangunan pemujaan tersebut diyakini sebagai Candi Sewu, yang terletak di kompleks yang sama.

Setelah Dharanindra, kekuasaan diwariskan kepada anaknya yang bernama Samaragrawira. Samaragrawira mempunya dua orang anak yang bernama Samaratungga dan Balaputradewa. Pada masa pemerintahan Samaratungga dibangun bangunan Candi Borobudur, ia juga mengawini putri raja Dharmasetu dari Sriwijaya yang melahirkan seorang putri bernama Pramodawardhani. Pramoawardhani ini kelak menikah dengan Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya.

Sepeninggal Samaratungga di Mataram Kuno terjadi perebutan tahta antara Balaputradewa dengan Rakai Pikatan. Balaputradewa merasa berhak atas tahta Mataram sebagai penerus dinasti Syailendra, sementara Rakai Pikatan yang berasal dari dinasti Sanjaya merasa lebih berhak atas tahta dimana pendiri Mataram Kuno ialah dinasti Sanjaya.

Hingga Balaputradewa kalah dari Rakai Pikatan dan menyingkir ke tempat asal kakek buyutnya (dinasti Syailendra) di Sumatera (Sriwijaya). Kelak Balaputra menjadi penguasa di Sriwijaya, dibawah kekuasaanya kelak Sriwijaya mencapai masa keemasannya.

Pada masa Rakai Pikatan wilayah kekuasaan Mataram Kuno meluas hingga meliputi seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur. Rakai Pikatan juga menghidupkan budaya Hindu seperti, membangun candi Prambanan.

Setelah kekuasaan Rakai Pikatan berahir penerus Mataram Kuno secara berturut-turut ialah Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, Dyah Balitung, Daksa, Tulodhong, dan Wawa. ***

Posting Komentar untuk "Sejarah Kerajaan Mataram Kuno"