Masa Penjajahan Pemerintah Belanda; Jalan Tengah Bersama Komisaris Jenderal
Setelah kembali ketangan Belanda, tanah Hindia diperintah oleh badan baru yang diberi nama Komisaris Jenderal yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal.
Komisaris Jenderal dibentuk oleh Pangeran Willem VI yang beranggotakan sebanyak tiga orang, yakni: Cornelis Theodorus Elout, Arnold Ardiaan Buyskes, dan Alexander Gerard Philip Baron Van der Capellen.
Pada awalnya sebagai ketua ditunjuk C.T. Elout, kemudian digantikan oleh A.G.P.B. Van der Capellen sebagai ketua sekaligus menjabat Gubernur Jenderal.
Dalam melaksanakan tugasnya ditanah Hindia, Komisaris Jenderal mengacu pada perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pangeran Willem VI pada tahun 1815 untuk negeri jajahan (Regerings Reglement).
Salah satu pasal yang mengatur adalah pelaksanaan pertanian di tanah jajahan dilakukan secara bebas.
Ketiga Komisaris Jenderal tersebut sepakat untuk mengadopsi beberapa kebijakan pada masa Thomas Stamford Raffles. Namun, ketika mereka sampai di tanah Hindia, kondisinya tidak seperti yang diharapkannya. Perekonomian di Hinda terus mengalami kemerosotan dan pemerintahannya mengalami kerugian.
Kondisi Kas di negara Belanda sendiri dalam keadaan menipis, Komisaris Jenderal ragu untuk menerapkan prinsip-prinsip ekonomi liberal di tanah Hindia.
Perbedaan Pendapat Antara Kaum Liberal vs Kaum Konservatif
Ditengah kondisi perekonomian yang terus merosot, di negeri Belanda telah terjadi perdebatan pendapat mengenai pengelolaan tanah jajahan untuk mendatangkan perekonomian yang sebasar-besarnya. Mereka adalah kelompok Liberal dengan kelompok Konservatif.
Kaum Liberal ialah kelompok yang berpandangan bahwa kegiatan perekonomian di tanah jajahan harus dikelola oleh pihak swasta sementara pemerintah hanya memfasilitasi dan membuat regulasi, menurut kelompok Liberal jika pengelolaan negeri jajahan dikelola oleh pihak swasta akan mendatangkan keuntungan yang besar, dan rakyat diberi kebabasan dalam menanam.
Sedangkan golongan Konservatif ialah kelompok yang berpandangan bahwa kegiatan perekonomian di tanah jajahan harus dikelola oleh pemerintah, menurutnya keuntungan besar dapat diperoleh jika pemerintah turun tangan langsung dengan pengawasan yang ketat.
Kebijakan Jalan Tengah Komisaris Jenderal
Mendapati perbedaan pendapat antara golongan Liberal dengan golongan Konservatif dan melaihat langsung kondisi tanah Hindia, akhirnya Komisaris Jenderal menarapkan kebijakan "Jalan Tengah".
Kebijakan Jalan Tengah ialah Eksploitasi ditanah jajahan langsung ditangani pemerintah Hindia Belanda agar segera mendapatkan keuntungan bagi negeri Induk (Belanda), sambil mengusahakan kebebasan bagi penduduk dan pihak swasta untuk berusaha di tanah jajahan.
Tetapi kebijakan Van der Capellen itu berkembang ke arah sewa tanah dengan penghapus peran penguasa tradisional (bupati dan para penguasa setempat). Kemudian Van der Capellen juga menarik pajak tetap yang sangat memberatkan rakyat. Timbul banyak protes dan mendorong terjadinya perlawanan. Kemudian ia dipanggil pulang dan digantikan oleh Du Bus Gisignies.
Kebijakan Du Bus Gisignies tidak berhasil karena rakyat tetap miskin sehingga tidak mampu menyediakan barang-barang yang diekspor.
Kondisi tanah jajahan makin krisis, kas negara Belanda sendiri dalam keadaan kosong terkuras untuk membiayai perang di tanah jajahan, seperti untuk membiayai Perang Diponegoro dan daerah lainnnya.
Pengeluaran keuangan tidak terkontrol, sementara usaha untuk memperbaiki keuangan harus dilakukan. Maka pemerintah melalui Raja Belanda menerbitkan oktroi. Dibentuklah De Javasche Bank pada tanggal 9 Desember 1826.
Pemulihan perekonomian dan keuangan Belanda harus segera dilakukan, mengingat Belgia yang sebelumnya bagian dari Belanda berhasil memisahkan diri pada tahun 1830, tentu menjadi pukulan bagi Belanda. Sebab, Belanda kehilangan lahan industrinya dan pemasukan semakin berkurang.
Pedapat Johannes Van den Bosch
Pemerintah Belanda terus mencari cara mengatasi permasalahan perekonomian tersebut. Berbagai pendapat dilontarkan oleh para pemimpin dan tokoh masyarakat.
Pada tahun 1829 salah satu tokoh yang menyampaikan ide untuk mengatasi permasalahan perekonomian tersebut ialah Johannes Van den Bosch, ia mengusulkan kepada raja Belanda terkait dengan sistem dan cara melaksanakan politik kolonial di Hindia Belanda.
Menurutnya untuk mengatasi perekonomian di Negara Belanda, Penduduk di tanah jajahan harus digerakkan untuk menanam tanaman yang laku di pasar dunia. Sistem penanaman harus dikembangkan dengan manfaatkan penduduk di tanah jajahan. Oleh orang Indonesia disebut dengan "Sistem Tanam Paksa" karena dilakukan secara wajib.
Kemudian Indonesia memasuki sistem tanam paksa, yang membuat kondisi bangsa Indonesia semakin menyedihkan. ***
0 Komentar