Kebudayaan Megalithikum merupakan bagian dari zaman batu. Pada masa Megalithikum erat kaitannya dengan manusia mengenal kepercayaan. Manusia pada masa ini mempercayai kekuatan yang berasa dari luar dirinya, mereka percaya kehidupan setelah kematian.
Kata Megalithikum dari bahasa Yunani, yaitu Mega berarti Besar, Lithi yang berarti batu, dan Kum yang berarti periode.
Sehingga dapat diartikan Megalithikum adalah periode kebudayaan batu besar. Oleh sejarawan Megalithikum masuk pada masa Neolithikum, karena masa Megalithikum hanya terkait dengan kepercayaan setelah kematian. Mereka percaya ada kekuatan lain diluar dari kekuatan sendiri.
Manusia praaksara percaya pada animisme, dinamisme dan totemisme, Animisme yaitu percaya pada kekuatan roh-roh nenek moyang mereka yang telah meninggal.
Dinamisme ialah kepercayaan kepada benda-benda yang dianggap memiliki kekuataan gaib. Sedangkan Totemisme ialah keperpayaan kepada binatang yang dianggap memiliki kekuatan ghaib seperti harimau dan lainnya.
Perwujudan kepercayaan itu mereka tuangkan dalam berbagai bentuk diantaranya karya seni. Berikut hasil peninggalam pada Megalithikum sebagai berikut:
1. Menhir
Menhir berupa tugu atau tiang tunggal dari batu yang umumnya diletakkan berdiri tegak di atas tanah. Tugu batu ini untuk menghormati arwah nenek moyang yang telah meninggal atau arwah nenek moyang yang telah membuka desa bagi mereka.
Kata Menhir diambil dari bahasa Keltik, dari kata Men yang berarti batu dan Hir yang berarti panjang.
Ukuran Menhir sangat bervariasi, pada umumnya bagian ujung atasnya berbentuk runcing.
Tugu Batu ini tersebar di berbagai wilayah mulai dari Afrika, Asia hingga Eropa. Di Indonesia sendiri Menhir dapat dijumpai di berbagai daerah, seperti di Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, hingga Pulau Timor.
Di Sumatera Barat, Menhir banyak ditemukan di daerah Kabupaten Lima Puluh Kota. Menhir ini merupakan tanda kubur manusia yang usianya diperkirakan 2.500-1.500 SM. Jumlahnya sekitar 374 tugu Batu.
Keberadaan Menhir di Sumatera Selatan dapat dijumpai di Desa Tinggi Hari, Kecamatan Gumay Ulu, Kabupaten Lahat. Menhir di daerah ini memiliki bentuk yang unik yaitu berupa ukiran manusia dan buaya dengan ketinggian 3,81 Meter dengan lebar bagian bawah 60 cm dan lebar bagian atas 75 cm.
2. Sarkopagus
Salah satu barang peninggalan sistem kepercayaan zaman Megalithikum adalah sarkofagus yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat. Kata sarkofagus berasal dari bahasa Yunani yatu sarx yang berarti "daging" dan fagein berarti "makan"; maka sarkofagus berarti "pemakan daging".
Secara umum Sarkofagus diartikan sebagai alat kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup dengan tonjolan pada bagian ujungnya. Sarkofagus seringkali didesain agar tetap berada di atas tanah. Sarkofagus berbahan batu paling awal digunakan oleh para Firaun Mesir masa Dinasti ketiga Mesir, yang memerintah kurang lebih pada tahun 2686 sampai 2613 SM.
Oleh masyarakat praaksara, sarkofagus kerap dianggap sebagai "perahu roh", yang akan membawa roh berlayar ke dunia roh. Untuk melindungi jasad orang yang sudah mati dari gangguan gaib, pada sarkofagus kerap dipahatkan motif topeng dengan berbagai macam ekspresi.
Sarkofagus umumnya terbuat dari batu besar yang utuh kemudian dilubangi hingga berbentuk seperti lesung. Akan tetapi ada pula yang terbuat dari logam, misalnya yang dibuat oleh bangsa Romawi Kuno.
Fungsi dari sarkofagus itu sendiri adalah sebagai kuburan, peti mayat atau wadah kubur baik baik untuk sementara waktu ataupun tidak.
Lokasi penemuan sarkofagus merata di seluruh Indonesia. Seperti di Bali, Sumut, P. Samosir yang oleh penduduk setempat dinamakan Parholian, Di Kalimantan, Sarkofagus ditemukan di daerah aliran sungai Long Danum dan Long Kajanan, Di Sumbawa Barat di temukan empat buah sarkofagus dengan ukiran-ukiran manusia dan binatang.
Pada penemuan yang ada, penggunaan sarkofagus pada masa lalu hanya dapat digunakan untuk orang yang memiliki strata sosial yang tinggi dan hal ini dibuktikan dengan banyaknya bekal kubur yang pada dahulunya melambangkan tingkat sosial seseorang.
Sarkofagus yang berfungsi sebagai wadah kubur tak jarang ditemukan mayat dalam sarkofagus tersebut, posisi mayat yang paling sering ditemukan adalah posisi mayat lurus, telentang atau miring dengan berbagai macam sikap tangan (lurus di samping tubuh, menyilang di atas dada atau perut dengan telapak tangan menutupi daerah kemaluan, dan lainnya).
Kemudian terdapat juga posisi mayat terlipat (duduk atau terbujur miring), dengan lutut menekuk di bawah dagu dan tangan terlipat di bagian kepala atau leher.
Bentuk sarkofagus yang banyak dan beraneka ragam itu berpangkal pada pola yang menjadi landasan untuk memahat sarkofagus. Pola itu mencangkup profil dan unsur-unsur dasar untuk sarkofagus yang akan dipahat dan dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Sarkofagus terdiri atas wadah dan tutup yang sama dan sebangun, yang masing-masing mempunyai rongga. Pinggiran rongga tang tebal pada umumnya memperlihatkan garis luar dan garis dalam yang sejajar dengan membentuk sudut-sudut yang tajam atau tumpul. Garis-garis tersebut dapat juga membulat dibagian sudut sarkofagus. Namun kadang-kadang ada pula penyimpangan, misalnya garis luar rongganya menyudut, tetapi garis dalamnya membulat dibagian yang seharusnya menyudut. Dasar rongga pada wadah atau langit-langit rongga pada tutup bentuknya mendatar atau cekung. Rata-rata tutup benar-benar setangkup jika ditempatkan di atas wadah, tetapi kadang-kadang ada pula contoh, dimana tutup melebihi ukuran wadahnya sehingga pinggiran tutup menjorok keluar dari pinggiran wadahnya. Sarkofagus mempunyai bidang-bidang yaitu bidang-bidang samping, bidang depan, bidang belakang, bidang atas (pada tutup) dan bidang bawah (pada wadah). Bidang depan adalah sisi keletakan kepala mayat dan bidang ini umumnya lebih lebar daripada bidang bawah yaitu sisi keletakan ujung kakinya.
- Wadah dan tutup Sarkofagus mempunyai tonjolan-tonjolan, kecuali pada beberapa sarkofagus. Tonjolan adalah bagian yang dipahat menjorok keluar dari bidang sarkofagus. Bentuk dan jumlah tonjolan di wadah sama dengan yang ditutup dan letak tonjolan Ialah di bidang depan dan di bidang belakang atau di bidang-bidang samping. Biasanya letak tonjolan wadah tepat di bawah tonjolan tutup (letak simetris atau setangkup).
- Umumnya sarkofagus dipahat dari batu padas (tufa) halus, tetapi adapula sarkofagus-sarkofagus yang dibuat dari batu padas berbiji kerikil, breksi, batu karang (coralstone) dan batu pasir (sandstone).
3. Dolmen
Meja Batu disebut juga dengan Dolmen yaitu tempat untuk meletakkan sesajen kepada arwah nenek moyang. Dolmen banyak ditemukan diberbagai daerah untuk pertama kali ditemukan di Eropa, Asia dan Afrika.
Kata Dolmen terdiri dari dua kata, yakni dol yang berarti meja dan men yang artinya batu.
Fungsi dolmen ialah untuk meletakkan sesajian bagi para leluhur roh nenek moyang. Pada umumnya dolmen ditemukan disekitaran kuburan kuno di Indonesia. Di Indonesia dolmen ditemukan di daerah Gunung Megang, Tanjung Sakti, Pager Dewa, Lampung Barat dan di Sumbawa.
Dolmen memiliki ciri-ciri yang mudah dikenali. Berikut ciri-ciri yang ada pada dolmen:
1. Berbahan dasar dari balok atau lempeng batu.
2. Bentuknya mirip dengan meja
3. Memiliki bagian dasar yang umumnya memiliki bentuk lempengan batu horizontal.
4. Punden Berundak
Punden Berundak merupakan tempat suci yang memiliki bentuk persegi dan bertingkat-tingkat atau berundak-undak. Tempat ini digunakan untuk pemujaan terhadap roh nenek moyang.
Punden berundak bukan merupakan “bangunan” tetapi merupakan pengubahan bentang-lahan atau undak-undakan yang memotong lereng bukit, seperti tangga raksasa. Bahan utamanya tanah, bahan pembantunya batu menghadap ke anak tangga tegak, lorong melapisi jalan setapak, tangga, dan monolit tegak. Punden berundak dan Menhir dipercaya merupakan hasil budaya awal masa Megalithikum.
Punden merupakan kosakata bahasa Jawa, secara harfiah bermakna terhormat. Berundak berarti bertingkat.
Makna simbolis yang digunakan pada masa itu adalah dimana sebuah bukit merupakan replika dari sebuah tempat yang agung/tinggi dan merupakan sebuah tempat yang dekat dengan temapat arwah nenek moyang.
Sering dipakai pada tempat khusus di dekat desa, kerapkali diatas bukit dan dikaitkan dengan roh-roh pendiri desa.
Setelah masuknya budaya India, telah terjadi proses akulturasi. Bentuk perpaduan budaya itu terlihat dari bentuk candi Borobudur yang memeliki struktur berundak-undak.
5. Waruga
Waruga, juga dikenal sebagai "kuburan tua", adalah peti kubur peninggalan megalitik orang Minahasa di Daerah Sulawesi Utara (Sulut) yang berkembang pada awal abad ke-13 SM. Diperkirakan pertama kali muncul sekitar abad ke-16 pertengahan.
Waruga pertama ditemukan di wilayah bukit Kelewer, Treman, dan Tumaluntung di Kabupaten Minahasa Utara (Minut). Mereka kemudian menyebar sampai awal abad ke-20 di berbagai wilayah di Sulawesi Utara.
Menurut catatan sejarah kata waruga berasal dari bahasa Tombulu, "Wale Maruga", yang berarti "rumah dari tubuh yang akan kering," atau "Wale Waru", yang berarti "kubur dari tanah lilin Domato."
Karena orang Minahasa pada saat itu belum mengenal tulisan, usia waruga tidak dapat dipastikan. Namun, berbagai sumber menyatakan bahwa waruga sudah ada sebelum masuknya agama Kristiani atau sebelum abad 16 Masehi.
Bentuk dan Fungsi Waruga
Waruga terdiri dari dua bagian: bagian tubuh dan bagian tutup. Bagian tubuh berbentuk kubus, sedangkan bagian tutup berbentuk seperti atap rumah.Waruga digunakan sebagai tempat penguburan mayat atau mayat yang sudah meninggal.
Pada zaman praaksara, orang Minahasa percaya bahwa roh leluhur memiliki kekuatan magis, jadi kuburan mereka harus dibuat sebaik dan seindah mungkin. Hal yang paling menarik dari semua ini adalah waruga itu dibuat sendiri oleh orang yang akan meninggal. Ketika orang itu akan meninggal maka dia dengan sendirinya akan memasuki waruga yang dibuatnya itu setelah diberi bekal kubur yang selengkapanya. Kelak bila itu dilakukan dengan sepenuhnya akan mendatangkan kebaikan bagi masyarakat yang di tinggalkan.
Banyak lokasi di Sulawesi Utara yang memiliki waruga. Lokasi ini disebut sebagai situs karena mengandung benda cagar budaya. Saat ini, situs-situs ini biasanya terletak di perkampungan atau ladang.
Waruga di Minahasa, terutama di Kabupaten Minahasa Utara, dapat ditemukan di Desa Treman (368 waruga), Desa Sawangan (144 waruga), dan Desa Airmadidi Bawah (80an waruga). Mereka juga dapat ditemukan di sekitar Desa Kaima, Desa Kauditan, Desa Tumaluntung, Desa Matungkas, Desa Laikit, Desa Likupang, Desa Kawangkoan Kuwil, Desa Sukur, dan Desa Suwaan, serta di tempat lain di Kabupaten Minahasa.
6. Kubur Batu
Kubur batu digunakan untuk menyimpan jenazah pemimpin suku atau daerah tertentu. Kubur batu biasanya berbentuk peti jenazah yang disusun menjadi sebuah peti dengan seluruh sisinya terbuat dari batu. Saat ini, Kawan dapat menemukan sisa-sisa kubur batu di beberapa wilayah di Jawa Tengah, seperti Kuningan, Bali, Wonosari, Bondowoso, dan Cepu.
Sumber
- Gambar Menhir Berelief di Lahat. Dari https://i0.wp.com/kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/wp-content/uploads/sites/30/2014/10/DSC_0932.jpg?fit=2848%2C4288&ssl=1
- ***
Posting Komentar untuk "6 Hasil Kebudayaan Megalithikum atau Batu Besar"