zmedia

Sejarah Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Hindu tertua setelah Kutai adalah kerajaan Tarumanagara. Wilayah Kerajaan Tarumanegara saat ini meliputi Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.

Sumber yang menjelaskan keberadaan kerajaan Tarumanegara adalah ditemukannya beberapa prasasti di daerah sekitar Bogor (prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, Pasir Awi dan Muara Cianten), prasasti Tugu di Cilincing (Jakarta Utara) dan prasasti Cidanghiang di Desa Lebak, Banten. Kerajaan Tarumanegara konon sudah ada sejak abad ke-5 Masehi.

Sumber asing yang merujuk pada Kerajaan Tarumanagara adalah berita Tiongkok bahwa Kerajaan To-Lo-Mo (Tarumanagara) mengirimkan utusan ke Tiongkok pada tahun 528, 538, 665 dan 666 M. Untuk kunjungan persahabatan berdasarkan hubungan dagang. To-Lo-Mo dikatakan terletak di tenggara Tiongkok.

Asal usul nama Kerajaan Tarumanegara berasal dari kata Taruma dan kata tarum yang berarti nila. Saat ini kita masih menjunpai nama Tarum sebagai nama sebuah sungai, yaitu Sungai Citarum.

Disebutkan pada salah satu prasasti bahwa Kerajaan Tarumanegara diperintah oleh seorang raja bernama Purnawarman.
Gambat Prasasti Kebon Kopi I

Pada prasasti Ciaruteun atau Ciampea terdapat tapak kaki yang melambangkan kekuasaan raja atau penaklukan daerah tempat ditemukannya prasasti tersebut.

Raja Purnawarman diibaratkan dengan Dewa Wisnu (dewa pemelihara alam semesta), hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu masyarakat menganggap Raja Purnawarman sebagai pemelihara dan pelindung rakyat.

Prasasti ini juga menjelaskan bagaimana pemerintahan kerajaan Tarumanagara menerapkan konsep dewa raja, penguasa dianggap setara dengan dewa Wisnu.

Pada prasasti Kebon Kopi terdapat gambar jejak kaki gajah, disamakan dengan gajah Airawata, atau kendaraan gajah Dewa Wisnu. Sayangnya, beberapa teks tidak dapat dibaca.

Prasasti Tugu merupakan prasasti Raja Purnawarman yang terpanjang dan terpenting. Tulisan pada batu tersebut dapat dibaca berbentuk lingkaran yang mengacu pada pembangunan saluran air sepanjang 6.112 tombak (setara dengan 11 km) bernama Gomati.

Kanal ini dibuat pada masa Raja Purnawarman memerintah selama 22 tahun dan selesai hanya dalam waktu 21 hari.

Selain itu, prasasti ini juga merujuk pada penggalian Sungai Candrabagha yang menurut para ahli mirip dengan Sungai Bekasi masa kini.

Bekasi berasal dari kata baghasasi, sedangkan candra artinya bulan atau sasi. Tujuan penggalian sungai ini adalah untuk mengatasi banjir dan mengairi sawah pada musim kemarau.

Berkat prasasti tersebut kita dapat mengetahui bahwa pada waktu itu di Jawa Barat dan sekitarnya terdapat sebuah kerajaan yang besar dan cukup makmur, yang penduduknya hidup dari hasil pertanian.

Berikut prasasti hasil peninggalan kerajaan Tarumanegara:
1. Lima buah diantaranya ditemukan di daerah Bogor, yaitu Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, Pasir Awi, dan Muara Cianten
2. Sebuah prasasti di Desa Tugu, Cilincing, Jakarta.
3. Sebuah prasasti di Desa Lebak, di tepi sungai Cidanghiang, Kecamatan Muncul, Banten Selatan.

Semua prasasti di atas ditulis dengan huruf Pallawa dan menggunakan bahasa Sanskerta. Pesan-pesan yang dituliskannya dinyatakan dalam bentuk syair.

Pada akhir masa pemerintahan raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman (memerintah tahun 666 hingga 669 M), kerajaan Tarumanagara terpecah menjadi dua, yaitu kerajaan Sunda yang merupakan kelanjutan dari kerajaan Tarumanagara di bawah pemerintahan pemerintahan menantunya Tarusbawa dan Kerajaan Galuh di bawah Wretikandayun.

Sunda dan Galuh dulunya merupakan kerajaan bawahan Tarumanagara. Kemudian pada masa Sanjaya (putra Sanna, raja ketiga Galuh), kedua kerajaan ini bersatu (732 M). Sanjaya menjadi pewaris tahta ibunya (Sanaha) di Bumi Mataram (utara Kalingga), yang kemudian membentuk kerajaan Mataram kuno, sedangkan Galuh, Sunda, Kuningan dan Galunggung dibagi antara kedua putra hasil pernikahannya dengan putri Tarusbawa ).

Di Mataram, Sanjaya mewarisi tahta kepada putranya Rakai Panangkaran, hasil pernikahannya dengan Dewi Sudiwara, putri Dewasinga, penguasa Kalingga selatan alias Bumi Sambara.

Posting Komentar untuk "Sejarah Kerajaan Tarumanegara"